Kamis, 08 Oktober 2015

Skenario Film Pendek "Korupsi" #3

Naaahh, ini yang ditunggu-tunggu !! Ending dari sebuah cerita itu berujung bagaimana. Silahkan disimak.



SCENE 6. INT. RUMAH MAKAN. SORE HARI
Timbul kecurigaan bahwa sopir ikut bersengkongkol dengan pegawai-pegawai lainnya. Dan bila itu benar terjadi, maka dialah biang keladi yang bisa bercerita banyak tentang kehidupan barunya, rumahnya, bini barunya, hubungan gelapnya, sampai dengan perzinahannya.
Tiap hari Guyas harus menunda keruntuhan yang terjadi padanya, serta hatinya semakin hari semakin goyah. Dan kali ini Guyas coba memberanikan diri, dikeluarkanlah uang dua lembar kertas seratus ribuan dan diulurkannya ke meja depan sopir.
Guyas
Ambilah ini, untuk beli beras dirumah.”
Tangan kanannya menerima, melihat dua lembar uang kertas tersebut dan selintas langsung dimasukkannya ke dalam saku.
Sopir
Terima kasih, pak.”
Biniku akan girang menerima hadiah sebesar gaji ini. Terima kasih banyak-banyak.”
(sambil tersenyum kegirangan dan menunduk-nundukan kepalanya)
Pikiran Guyas bekerja lagi. Ia harus mengorek isi hati sopir celaka ini.
Guyas
Apa kata mereka tentang diriku.”
Sopir
Tentang bapak?
Guyas
Ya..”
(menjawab dengan nada tegas dan berani)
Sopir
Siapa maksud bapak?
Guyas
Yaa..siapa saja.”
Sopir
Orang-orang kantor?
Guyas
Yaa..orang-orang kantor.”
Sopir
Hh, ah, tidak apa-apa, pak. Tidak pernah dengar.”
Jawaban itu memperkuat dugaan Guyas bahwa sang sopir memang tahu apa-apa tentang dirinya Guyas.
Guyas
Sebenarnya aku bisa bersikap lebih baik kepada mereka,”
tetapi mereka tidak mengerti maksudku.”
Sopir
Haahhhh…”
(kaget bukan main, dan mendekatkan wajahnya ke Guyas)
Guyas
Apa kata mereka tentang diriku?
Lama kelamaan sopir itu tidak menjawab. Ia nampak gugup. Ia terdesak. Untuk menyempurnakan kekecilannya, Guyas memberi persenan lagi. Sekali ini dengan uang seratus rupiah.
Guyas
Apa mereka pikir aku berkorupsi?
Sopir
Tidak tahu, pak.”
(ketakutan, lalu ia menunduk ke bawah)
Guyas
Aku tahu engkau tahu banyak tentang sangkaan-sangkaan salah itu.”
Sopir
Betul tidak tahu, pak.”
(menjawab dengan kepala tertunduk)
Guyas
Aku tidak berbuat apa-apa terhadapmu. Engkau cuma bercerita tentang kabar-kabar yang engkau dengar. Habis perkara. Bicara saja terus terang.”
Pembicaraan mereka berdua berhenti sejenak, pelayan makanan datang membawa pesanan mereka berdua. Tak lama setelah pelayan meninggalkan mereka, introgasi kembali berlanjut.
Guyas
Apa kata mereka tentang aku?
Sang sopir diam sejenak, ia hanya tersenyum kecil. Dan perlahan mulai berani buka mulut untuk membeberkan yang sebenarnya terjadi.
Sopir
Bapak memang disangka korupsi.”
Guyas
Apakah yang mereka pergunakan sebagai bukti?
Sopir
Rumah di Bogor, kata mereka. Mobil. Hubungan dengan perusahaan-perusahaan asing.”
Dan hidup besar dan amat royal.”
Guyas
Orang-orang itu enak saja menuduh orang berkorupsi. Kadang-kadang seorang opas yang bisa beli cincin setempel pun dianggap telah berbuat begitu juga. Tetanggaku seorang mandor, waktu menyunatkan anaknya menanggap ronggeng. Tamunya banyak sekali, dan keesokannya terdengar dakwaan yang itu juga.”
Sopir
Yaa..sekarang memang lagi musim mendakwa, pak.”
Kasus korupsi terjadi dimana-mana, Gubernur, Walikota, Bupati bahkan Ketua RT saja juga ada yang korupsi.”
(sambil tertawa terbahak-bahak)
Guyas
Dan tentang aku... kalau orang tahu bagaimana dahulu orang tuaku....”
(menunggu sopir untuk berbicara kembali, namun ia tidak melakukannya dan akhirnya bercerita kembali)
Orang tuaku adalah kaya, mempunyai perusahaan pembakaran kapur dan pabrik tegel di Yogya dan Gunung Kidul. Dan kakekku....”
Tahu Kakekku?
Sopir
Tentu saja tidak, pak.”
Guyas
Dia petani kaya di Purwokerto.”
Sopir
Di Purwokerto memang banyak petani kaya.”
Guyas
Dua ratus hektar sawahnya.”
Sopir
Ooow begituu...”
Guyas
Orang-orang itu akan salah duga kalau mendakwa aku melakukan korupsi.”
Sopir
Tentu saja salah duga.”
Sekarang datang giliran Guyas untuk bertanya, dan kesempatan sebaik itu takkan dibiarkan hilang percuma.
Guyas
Apa mereka akan perbuat terhadap diriku?”
Sopir
Mereka mau membuat penyelidikan.”
Guyas
Mengertilah aku sekarang. Jadi engkau juga ikut menyelidiki aku?
Sopir
Hhh, sebenarnya aku tak tahu apa-apa, pak. Aku takut sama mereka, jadi....”
(ketakutan, menunduk ke bawah)
Guyas
Tidak ada gunanya!”
(memotong pembicaraan)
Mereka menyangka aku berkorupsi!”
Sopir itu menyeka mulutnya. Tak tahu lagi ia di mana pandangnya harus ditujukan.
Guyas
Tidak ada gunanya menyelidiki aku. Dan engkau?”
Sopir
Mengapa, pak?”
Guyas
Engkau juga ikut mendakwa aku?”
Ia tergagap-gagap, buru-buru menelan ludah, mengintip aku sekilas dalam tunduknya.
Sopir
Tidak, pak, tidak. Betul, pak.”
Guyas
Sebenarnya mereka tak perlu menuduh-nuduh. Mereka bisa pergi kepada polisi dan mengadukan halku. Itu lebih gampang,”
(Guyas menggertak)
Tahu benar aku, bahwa gertakan itu akan melenyapkan dakwaan yang bukan-bukan. Mereka takkan berani mengadu kepada polisi karena mereka pun takut berhubungan dengan polisi dan mendapat kesusahan karenanya.
Tapi sekiranya mereka kerjakan juga, habis tandaslah riwayat Guyas. Guyas melihat sopir itu mulai percaya pada kejujurannya.
Guyas
Mereka boleh hitung uang di kas, dan berapa yang hilang aku pergunakan. Tidak sopir, yang pegang uang bukanlah aku tetapi kasir. Dan sekiranya ada korupsi hanya kasirlah yang bisa mengerjakan.”
Sopir
Pak, kalau aku mewarisi harta benda sebegitu banyak aku takkan bekerja.”
(mengalihkan pembicaraan lain)
Mula-mula terkejut juga mendengar itu. Tetapi kala kuketahui bahwa ia bicara tentang dirinya sendiri, dan sama sekali bukan tentang diri Guyas, disambutlah ucapannya itu dengan nada candaan.
Guyas
Pir pir…kan engkau tahu kekayaan tidaklah banyak berguna kalau diri kita tidak punya pangkat. Itu memang ajaran orang tuaku dahulu. Karena ajaran itu telah menjadi kepercayaan sendiri, inilah sebabnya aku menjadi pegawai.”
Sopir tersebut mengangguk, hormat, malu, takut sekaligus. Namun kini Guyas sudah berada dalam tahanan kelas atas, ia hanya bisa mengenang kata-kata busuknya untuk membuat sopir mempercayai ucapannya. Guyas pun seperti orang dalam rumah sakit jiwa, keadaan jiwanya seperti tidak normal.
DISOLVE TO:
SCENE 7. INT.RUANG TAHANAN. PAGI HARI
Guyas juga belum bangun dari tidurnya, Nizarudin yang nampak kelelahan kembali ke ruang tahanannya yang kebetulan hanya diisi oleh 2 orang saja.
Nizarudin
Huuwooooeeeeiii….bangun hwooeeeeeiii…
(berteriak di dekat telinga Guyas)
Udah sore nih..”
Guyas
(langsung bangun dari tidur, dan ambil kuda-kuda seolah-olah mau berantem)
Ada apa…ada apa?”
Ada maling lagi.”
Nizarudin
Maling kepalamu peyang.”
Waktunya beraktivitas, enggak malah molor kayak kerbau di sawah.”
Guyas
Iya brow..iya.”
Aku masih kepikiran kejadian di kantor dulu, menghalalkan segala cara untuk mendapatkan sesuatu yang hanya bersifat sementara.
Nizarudin
Naahh..kalau begitu kita harus sama-sama berintropeksi diri.”
Kita kan sekarang sudah pada tempat yang semestinya, ini masih hukuman di dunia belum nanti di akhirat.
Guyas
Uang bukan segala-galanya, namun segalanya membutuhkan uang.”

Guyas dan Nizarudin pun akhirnya sama-sama berfikir dan berintropeksi diri untuk menatap masa depan. Hari-harinya kini ada dibalik jeruji besi, keistimewaan di dalam tahanan pun ia nikmati berdua. Perbedaan fasilitas tahanan menjadi permasalahan, yang kaya bisa berbuat apa saja. Sedangkan yang miskin harus menerima keterbatasan fasilitas, itulah ketidakadilan yang terjadi di negeri ini dari berbagai aspek.


Daftar Pustaka
 
Sumarno, M, 1996. Dasar-dasar apresiasi film. Jakarta. PT Gramedia Widiasarana Indonesia
Effendy, H. 2009. Mari membuat film, Panduan menjadi produser. Jakarta . Airlangga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar